Selasa pagi yang tak seberapa cerah di Garut, sekelompok orang yang biasa-biasa saja duduk di kursi megah, mengelilingi meja besar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Garut. Inilah teater politik, di mana 50 wajah yang dipilih dengan hati-hati—atau mungkin dengan kebingungan—resmi diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut periode 2024-2029
Dipimpin oleh Ketua DPRD periode 2019-2024, Euis Ida Wartiah, acara pelantikan ini lebih mirip ritual peralihan kekuasaan dalam sebuah kerajaan kuno daripada proses demokratis yang membosankan. Ketua Pengadilan Negeri Garut, Sinta Gaberia Pasaribu, dengan khidmat mengambil sumpah mereka, sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya duduk di belakang, entah sedang memperhatikan atau hanya sekedar berpura-pura tertarik.
Nurdin Yana, yang sepertinya sudah berlatih mengucapkan kalimat-kalimat hebat memberikan sambutan panjang lebar yang diwarnai dengan ucapan selamat, harapan, dan janji-janji yang entah akan ditepati atau tidak. "Atas nama pemerintah, tentu kami haturkan banyak terima kasih...," ucapnya, yang diikuti dengan kalimat-kalimat kosong yang sepertinya telah digunakan ratusan kali sebelumnya. Dia menyebutkan bahwa ada 28 wajah baru di DPRD kali ini, namun wajah lama tetap mendominasi—22 petahana kembali terpilih. Apakah ini sebuah kemenangan demokrasi, atau hanya lingkaran janji janji saja yang tak berujung?
Lalu ada Euis Ida Wartiah, yang dengan wajah penuh kepuasan berbicara tentang semua hal "hebat" yang telah dicapai DPRD selama lima tahun terakhir—57 rancangan peraturan daerah, 146 rapat paripurna, dan 1.482 rapat kerja. Dengan pendapatan APBD 4,5 triliun di tahun 2019 menjadi 4,7 triliun pada tahun 2024, Apakah angka-angka ini berarti sesuatu? Mungkin tidak. Apakah masyarakat Garut merasa hidup mereka menjadi lebih baik karena ini? Mungkin juga tidak. Tapi, seperti biasa, semuanya ditutup dengan permohonan maaf yang penuh sopan santun dan ucapan terima kasih yang tampak tulus.
Di akhir acara, palu simbolis diserahkan dari Euis kepada Ketua DPRD Sementara, Iman Ali Rahman, seakan-akan ini adalah momen sakral yang penuh makna. Padahal, bagi sebagian besar warga Garut, ini hanyalah pertukaran kekuasaan yang tak lebih dari formalitas. Iman, dengan penuh percaya diri, berjanji untuk melanjutkan pekerjaan yang telah dimulai oleh para pendahulunya. "Kami akan melanjutkan perjuangan ini demi rakyat Garut," katanya, meski tak ada yang tahu apakah perjuangan itu nyata atau sekadar omong kosong yang terus diulang-ulang.
0 Komentar