Garut - Di tengah panasnya aspal dan gemuruh suara rakyat, teriakan mahasiswa yang menggema di jalanan ibukota menjadi saksi bisu dari luka dalam yang menganga di tubuh demokrasi Indonesia. Di balik layar gedung-gedung megah, DPR RI, dengan langkah-langkah yang tergesa-gesa, memutar roda kekuasaan dengan niat merusak tatanan konstitusional yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi demokrasi.( Diterbitkan 26 Agustus 2024)
Ketika Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 akhirnya turun, banyak yang berharap angin segar akan membawa napas baru bagi demokrasi elektoral di negeri ini. Namun, angin segar itu justru dibekap oleh manuver politis DPR RI, yang dalam sebuah sandiwara cepat dan penuh tipu muslihat, merancang revisi UU Pilkada dengan kilat—seolah hukum adalah mainan anak-anak yang bisa dirakit sesuka hati.
Ini bukan sekadar revisi undang-undang. Ini adalah kudeta terhadap demokrasi, sebuah serangan frontal yang dilakukan oleh Panja DPR RI untuk memastikan bahwa pasal-pasal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK, tetap hidup dan bernafas di tengah permainan kotor mereka. Rencana untuk mengesahkan revisi ini pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 22 Agustus 2024, tak lain adalah sebuah langkah putus asa untuk mengamankan kekuasaan, meski harus mengorbankan prinsip-prinsip konstitusional yang seharusnya mereka jaga dengan setia.
Sikap DPR RI yang terjebak dalam labirin "nafsu" kekuasaan ini telah menyalakan api kemarahan yang berkobar di hati para mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dengan gagah berani, memimpin barisan di depan gedung DPRD Kabupaten Garut, menuntut keadilan dan menolak diam atas pengkhianatan yang terang-terangan ini. Mereka tidak hanya menuntut, mereka berteriak, menantang, dan bersumpah bahwa mereka akan melawan hingga nafas terakhir untuk menjaga demokrasi.
Kami tidak akan tinggal diam ketika hukum diinjak-injak oleh para wakil rakyat yang seharusnya melindungi kita!” Teriak salah satu orator HMI, suaranya tajam menembus kerumunan yang dipenuhi oleh semangat perlawanan. Di tengah suara yang menggema, mereka mengajukan beberapa tuntutan keras kepada DPRD Kabupaten Garut, yang ditujukan langsung ke jantung kekuasaan yang telah ternoda oleh ambisi kotor.
Pertama, HMI menuntut agar DPRD Kabupaten Garut secara tegas menyampaikan penolakan atas revisi UU Pilkada yang dirancang oleh DPR RI, sebuah aksi yang mereka anggap sebagai amputasi terhadap hukum dan kewarasan publik. Kedua, mereka meminta DPRD Kabupaten Garut untuk bersatu dengan masyarakat dalam menjaga keabsahan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024—dua pilar yang seharusnya menegakkan supremasi konstitusi, bukan malah dihancurkan oleh keserakahan segelintir elit.
Dan yang terakhir, HMI menyerukan agar seluruh elemen masyarakat bangkit bersama, tidak lagi menjadi penonton dalam drama politik ini, tetapi menjadi aktor utama yang melawan segala bentuk manipulasi hukum yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh rezim yang telah kehilangan arah.
Dalam bayang-bayang ancaman dan tekanan, mahasiswa dan rakyat bersatu untuk mempertahankan apa yang seharusnya menjadi hak mereka—sebuah negara yang diatur oleh hukum yang adil, bukan oleh kepentingan kekuasaan. HMI, bersama dengan seluruh elemen yang peduli terhadap masa depan Indonesia, telah menyalakan api perjuangan yang tidak akan padam, api yang akan terus membara hingga supremasi konstitusi ditegakkan kembali di negeri ini.
Ini bukan hanya tentang revisi UU Pilkada. Ini adalah tentang perang besar untuk mempertahankan demokrasi dari tangan-tangan kotor yang ingin merampasnya. Dan di tengah medan pertempuran ini, suara mahasiswa akan terus bergema, sebagai penjaga terakhir dari cita-cita reformasi yang sejati.
0 Komentar